Kamis, 26 Oktober 2017

Strategi Dakwah Kontemporer





Rasulullah diutus oleh Allah SWT untuk mengajarkan Al Quran, menyampaikan nilai-nilai kebenaran untuk umat manusia dan membimbing umat dengan sunnahnya. Keterangan ini berdasarkan firman Allah didalam surat al Baqarah (2) ayat 151,


كَمَا أَرْسَلْنَا فِيكُمْ رَسُولًا مِنْكُمْ يَتْلُو عَلَيْكُمْ آيَاتِنَا وَيُزَكِّيكُمْ وَيُعَلِّمُكُمُ الْكِتَابَ وَالْحِكْمَةَ وَيُعَلِّمُكُمْ مَا لَمْ تَكُونُوا تَعْلَمُونَ

Artinya:
Sebagaimana (Kami telah menyempurnakan nikmat Kami kepadamu) Kami telah mengutus kepadamu Rasul diantara kamu yang membacakan ayat-ayat Kami kepada kamu dan mensucikan kamu dan mengajarkan kepadamu Al Kitab dan Al-Hikmah, serta mengajarkan kepada kamu apa yang belum kamu ketahui.”

Umat Islam adalah umat Da’i, umat yang sadar betapa pentingnya dalam mengajak kepada ke-ma’ruf-an dan mencegah dari ke-mungkar-an. Oleh sebab itu, berdakwah merupakan kewajiban bagi setiap individu (fardhu ‘ain). Silahkan berdakwah dengan profesi masing-masing. Menjadi seorang guru yang berdakwah dengan materi pelajaran yang disampaikan. Seorang pengusaha berdakwah dengan aset yang dimiliki untuk kepentingan agama dan masyarakat. Seorang diplomat berdakwah dengan kemampuan komunikasinya. Bahkan apapun hobi anda dapat dijadikan sebagai sarana dakwah. Misalkan, yang biasa hobi kebut-kebutan saat naik motor, dapat dijadikan lahan dakwah yaitu untuk menjemput ustadz yang sering datang terlambat. Atau yang hobinya wisata kuliner, cocok untuk menjadi sie konsumsi saat kajian berlangsung untuk mencari konsumsi yang bernutrisi, banyak namun ekonomis.

Meskipun semua aspek dalam diri masing-masing individu berpotensi menjadi lahan dakwah, namun tetap harus ada strategi yang digunakan dalam berdakwah, mengajak kepada nilai-nilai islam. Apabila dakwah ini tidak menerapkan strategi yang tepat maka bukan mengajak kepada kebaikan, justru malah objek dakwah (mad’u) menjauh dari seruan pendakwah (da’i).
Penting bagi Da’i untuk mengetahui hakikat dari objek dakwah (mad’u), yaitu seluruh dimensi problematika hidup manusia, baik problem yang berhubungan dengan aqidah, ibadah, akhlaq, mu’amalah (pendidikan, sosial, ekonomi, politik dan budaya). Keluarga adalah sasaran dakwah dari unit sosial terkecil dari masyarakat yang menentukan baik buruknya dan aman tidaknya suatu masyarakat. Maka strtegi pendekatan dalam mengajak kepada kebaikan dan mencegah dari kemaksiatan adalah seperti apa yang Allah SWT perintahkan dalam surat Asy-Syu’ara’ ayat 214-216.


وَأَنْذِرْ عَشِيرَتَكَ الأقْرَبِينَ (٢١٤) وَاخْفِضْ جَنَاحَكَ لِمَنِ اتَّبَعَكَ مِنَ الْمُؤْمِنِينَ (٢١٥) فَإِنْ عَصَوْكَ فَقُلْ إِنِّي بَرِيءٌ مِمَّا تَعْمَلُونَ (٢١٦

Artinya:
Dan berilah peringatan kepada kerabat-kerabatmu yang terdekat.  Dan rendahkanlah dirimu terhadap orang-orang yang mengikutimu, yaitu orang-orang yang beriman. Jika mereka mendurhakaimu maka Katakanlah, ‘Sesungguhnya Aku tidak bertanggung jawab terhadap apa yang kamu kerjakan” (QS. Asy-Syu’ara: 214-216)

Dalam ayat ini, Allah memerintahkan Nabi Muhammad untuk memberi peringatan kepada kaum kerabantnya yang terdekat termasuk keluarga. Agar bergaul dengan orang-orang mukmin dengan lemah lembut. Strategi ini menggunakan pendekatan tafahum bil iman, yaitu memahami karena keimanan dan dengan keimanan itu menimbulkan kelembutan.

Berkenaan dengan strategi dalam mengajak manusia ke jalan kebenaran ini, Allah s.w.t menerangkan dengan jelas tahapan-tahapan seorang Da’i dalam beretika menyampaikan pesan dakwah. Allah berfirman dalam surat an Nahl ayat 125,

ادْعُ إِلَىٰ سَبِيلِ رَبِّكَ بِالْحِكْمَةِ وَالْمَوْعِظَةِ الْحَسَنَةِ ۖ وَجَادِلْهُمْ بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ ۚ إِنَّ رَبَّكَ هُوَ أَعْلَمُ بِمَنْ ضَلَّ عَنْ سَبِيلِهِ ۖ وَهُوَ أَعْلَمُ بِالْمُهْتَدِينَ

Artinya:
Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk.” (Q.S. An Nahl: 125)

Penjelasan ayat diatas adalah tentang tahapan-tahapan strategi dalam berdakwah yang diajarkan Allah s.w.t melalui sunnah Rasulullah s.a.w. Pertama dengan al Hikmah, yaitu merupakan kemampuan Da’i dalam memilih dan menyelaraskan teknik dakwah dengan kondisi objektif mad’u. Oleh sebab itu, al Hikmah adalah sebagai sebuah sistem yang menyatukan antara kemampuan teoritis dan dengan melihat kondisi dan kebutuhan objek dakwah. Kedua dengan Mau’idzah Hasanah, merupakan kandungan arti kata-kata yang masuk ke dalam kalbu dengan penuh kasih sayang dan ke dalam perasaan dengan penuh kelembutan. Tidak membongkar atau membeberkan kesalahan orang lain oleh sebab kelemah-lembutan dalam menasehati seringkali dapat meluluhkan hati yang keras dan menjinakkan kalbu yang liar. Ketiga dengan Mujadalah, yaitu tukar pendapat yang dilakukan oleh dua pihak secara sinergis, yang tidak melahirkan permusuhan dengan tujuan agar lawan menerima pendapat yang diajukan dengan memberikan argumen-argumen dan bukti yang benar.

Demikian adalah tahapan strategi kontemporer berdasarkan Al Quranul Karim. Semoga dengan disampaikannya strategi dalam berdakwah ini menjadikan kita sebagai seorang Da’i semakin siap dan mantap dalam menjalankan ibadah yang menjadi titik kekuatan islam, yaitu berdakwah menebar nilai-nilai islam sesuai yang diajarkan Rasulullah s.a.w. Insya Allah

Tantangan Negeri Faletehen



 Jika hatimu tak tenang melihat kezaliman maka kamu adalah saudaraku
gambar illustrasi

Tantangan umat saat ini sangatlah kompleks jika dilihat dari berbagai sudut pandang. Seperti pernah disampaikan oleh Din Syamsudin dalam rapat pleno Dewan Pertimbangan MUI ke 13. Ketika itu pembahasan bertajuk “strategi perjuangan umat islam”. Pak Din menyatakan bahwa dalam hal pembangunan dan keagamaan telah terjadi kebijakan pembangunan infrastruktur yang sudah melenceng dari nilai-nilai religius. Pembangunan kawasan yang dahulu begitu menjunjung tinggi nilai dan prinsip religius kini tergerus oleh orientasi lanskap yang lebih mengedepankan unsur hedonis. Demikian kondisi saat ini yang semakin kita rasakan, bahkan nilai-nilai religiusitas dilingkup mahasiswa pun mengalami degradasi. Materialistis dan hedonis menggerogoti moral dan aqidah masyarakat dalam lingkup luas, baik masyarakat kampus maupun masyarakat pada umumnya. Tentunya ini menjadi tugas kita sebagai seorang muballigh yang menyampaikan nasehat, kita sebagai da’i yang mengajak kepada kebaikan dan kita sebagai seorang ‘alim yang menentukan fatwa untuk kemaslahatan umat berdasarkan ketentuan-ketentuan syariat. 

Dalam hal pembangunan dan pemberdayaan, kebijakan yang terlihat lebih memprioritaskan percepatan infrastruktur dibandingkan dengan penyiapan dan pembangunan suprastruktur seperti sumber daya manusia (SDM) Indonesia yang kompetitif. Sedangkan rakyat indonesia adalah mayoritas umat islam yang tidak dilibatkan dalam pembangunan infrastruktur. Sehingga penguasaan pembangunan infrastruktur berakhir pada penguasaan pihak asing. Tidak hanya itu, jika situasi pembangunan nasional terus-menerus seperti ini maka kekuatan kedaulatan politik nasional akan hilang dikarenakan indonesia sebagai negara yang dianeksasi oleh kekuatan asing. Ini pun semakin berlanjut dengan negara tidak dapat melindungi dan mensejahterakan rakyatnya, padahal NKRI oleh umat islam dinobatkan sebagai Darul ‘Ahdi wal Hadharah.

Dalam hal perekonomian, Indonesia mengalami stagnasi ekonomi sejak tahun 1998 atau biasa kita kenal dengan krisis moneter. Selama ini ekonomi yang dianut oleh negara adalah ekonomi kapitalis. Sehingga sangat bergantung pada perkembangan ekonomi dunia dan majunya ekonomi tergantung kepada dana dana hutang yang menjerat. Adanya hubungan internasional yang kapital adalah salah satu penyebab penurunan taraf ekonomi karena adanya transaksi hutang pembangunan infrastruktur yang besar hingga bunga terus menanjak. Permainan ekonomi dalam dunia internasional sangat signifikan. Adanya oknum elit yang sangat ambisius dalam menguasai perekonomian dunia, sehingga mempengaruhi perekonomian negara secara global terkhusus negara-negara berkembang. Ekonomi Indonesia tidak didukung oleh ekonomi yang berintegritas dan berfikir mandiri, karena maju mundurnya ekonomi selalu digantungkan (dependent) dengan orang-orang asing atau melalui International Monetery Fund (IMF), termasuk ketika awal terpuruknya ekonomi. Banyak ekonom bergelar doktor di negara Indonesi, namun sampai saat ini belum bisa mekonstruksi perekonomian yang mensejahterakan rakyat. Karena memang ekonomi yang dianut bukan dengan cara pemerataan tetapi dengan cara menetas dari atas ke bawah atau tricket down effect. Selain itu, para konglomerat yang menguasai usaha dengan memonopoli berbagai usaha, mulai dari perbankan sampai perusahaan-perusahaan yang berkaitan dengan kepentingan rakyat bayak.

Dalam hal pendidikan, kurikulum yang berganti dan selalu direvisi belum mampu menciptakan pendidikan Indonesia yang berkualitas. Pendidikan di Indonesia menghasilkan manusia robot, karena pendidikan yang diberikan berat sebelah dan tidak utuh sehingga unsur integrasi semakin hilang. Padahal belajar tidak hanya berfikir melainkan melakukan berbagai macam kegiatan seperti mengamati, menghargai, mengayomi dan sebagainya. Selain itu tantangan dalam pendidikan adalah sistem pendidikan yang top-down (dari atas ke bawah). Paulo Freire menyebutnya dengan pendidikan gaya bank, yaitu sistem pendidikan yang menganggap peserta didik adalah manusia-manusia yang tidak tahu apa-apa sehingga peserta didik hanya menampung apa saja yang disampaikan pengajar. Pendidikan dengan model tersebut hanya siap memenuhi kebutuhan zaman dan bukannya bersikap kritis terhadap zaman. Alhasil kurikulum sering berubah-rubah dan kehilangan arah tujuan pendidikan. Seharusnya kurikulum bersifat tetap sesuai dengan tujuan pendidikan pada UU no. 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional pasal 3. Maka yang diubah adalah silabus dari masing-masing sekolah sesuai kultur sosial yang ada. Apabila peserta didik keluar dari jalan kurikulum yang tetap maka dengan silabus itu pendidik bisa mengarahkan kembali ke jalan kurikulum tanpa harus mengganti kurikulum. Jika kurikulum terus berubah akan menyebabkan proses pembelajaran terganggu, karena fokus pembelajaran yang dilakukan oleh pendidik akan berganti mengikuti adanya kurikulum yang baru. Selain itu, penyesuaian proses pembelajaran yang cukup lama apabila kurikulum yang digunakan berbeda dengan kurikulum yang baru.

Seorang Da’i yang mengajak kepada nilai-nilai islam berusaha menghadapi tantangan keumatan ini tentunya kembali kepada al Quran dan sunnah. Dengan menelaah kisah-kisah yang menjadi ibrah dan teladan, sebagai pembelajaran umat manusia seluruhnya. Negara Indonesia ini akan menjadi negara yang maju dan berkah apabila penduduknya beriman dan menerapkan hidup islami sesuai ketentuan-ketentuan Allah s.w.t. dan Rasul-Nya. Sesuai dengan firman-Nya,

وَلَوْ أَنَّ أَهْلَ الْقُرَىٰ آمَنُوا وَاتَّقَوْا لَفَتَحْنَا عَلَيْهِمْ بَرَكَاتٍ مِنَ السَّمَاءِ وَالْأَرْضِ وَلَٰكِنْ كَذَّبُوا فَأَخَذْنَاهُمْ بِمَا كَانُوا يَكْسِبُونَ
Artinya:
Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya” (Q.S. Al A’raf: 96)

Berbekal metode-metode dakwah kontemporer sesuai dengan ketentuan yang Rasulullah contohkan dan seperti yang dikisahkan oleh Allah dalam al Quran tentang para Da’i yang menghadapi para penguasa yang menindas rakyat lemah. Maka penting menganalisis kondisi negara Indonesia ini dalam sudut pandang segala aspek kehidupan bernegara. Semoga Allah kuatkan pundak para pengemban amanah yang dipikul dengan kesungguhan demi mewujudkan masyarakat islami (islamic sosiety) yaitu masyarakat yang memegang kuat ketentuan-ketentun syariat untuk diterapkan dalam aspek kehidupan.

Jumat, 30 Juni 2017

Nilai-Nilai Trilogi IMM, Alat Pembentuk Kader Berkarakter



Ahsan M. Ay | Yogyakarta

 

PK IMM MIPA dan JPMIPA 2015

 


               Menjadi kader yang berkarakter merupakan visi dari sebuah organisasi mahasiswa Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah yaitu dengan penerapan nilai-nilai trilogi (religiusitas, intelektualitas, humanitas). Dalam menapaki kehidupan bermasyarakat, peran IMM diuji dengan beberapa interaksi antara kader dengan masyarakat setempat, peran IMM dimata masyarakat terlihat dari bagaimana para kader-kader IMM bergaul dan bersikap baik kepada masyarakat. Sebuah organisasi yang menghasilkan kader yang berkarakter dalam masyarakat tertentu  merupakan hasil dari pengembangan karakter dengan berbagai konteks, baik dari gerakan organisasi tersebut maupun dari pengalaman individu menemukan hal baru ketika bermasyarakat.
            Penerapan nilai-nilai trilogi IMM (religiusitas, intelektualitas, humanitas) perlu dibentuk dari dalam diri setiap kader sebelum kader terjun ke masyarakat. nilai-nilai tersebut menjadi tolak ukur seorang kader dalam kehidupan sehari-harinya dalam 24 jam, dari bangun tidur hingga tidur kembali. Karena demi terwujudnya kader ikatan yang berkarakter menurut nilai-nilai IMM tersebut, seorang kader terlebih dahulu mengerti makna nilai-nilai trilogi sebagai kunci dari terwujudnya kader yang berkarakter. Pertama, nilai religiusitas yang berarti pengabdian kepada Tuhan. Kader dalam kesehariannya mampu menggerakkan diri untuk berbuat kebaikan, baik kepada masyarakat maupun kepada Tuhan sebagai bentuk pengabdiannya. Dengan nilai religiusitas ini juga, kader dapat kebaikan dari masyarakat  karena kader mampu mengorientasikan sikap bermasyarakat itu sendiri. Kedua, nilai intelektualitas yang berarti cerdas, berakal, dan berpikiran jernih berdasarkan ilmu pengetahuan. Dalam kehidupan sehari-hari, kader mampu berpikir cerdas dan kreatif menjalani waktu-waktu yang ia gunakan untuk mengembangkan  diri menjadi kader yang berkarakter, seperti pentingnya mengatur waktu dan mampu menyelesaikan permasalahan pribadi maupun kelompok. Ketika dalam suatu masyarakat, kader yang menerapkan nilai intelektualitas dijadikan sebagai pemecah masalah segala konflik atau permasalahan masyarakat yang lain, karena kader ini mampu memilih dengan penuh pertimbangan dan berpikiran jernih berdasarkan ilmu pengetahuan yang ia telaah. Ketiga, nilai humanitas yang berarti berperikemanusiaan atau bersifat Manusiawi. Masyarakat berperan dalam pengembangan diri kader mejadi kader yang berkarakter. Karena pada nilai ini, kepribadian kader diuji melalui kejadian-kejadian yang ada di lingkungan masyarakat. Kehidupan sosial seperti ini membutuhkan nilai humanitas untuk menjaga keselarasan atau kerukunan bermasyarakat dengan kepribadian yang luhur, budi pekerti yang baik, dan mengetahui tata cara hidup berkelompok.
            Suatu organisasi mampu menghasilkan kader yang berkarakter apabila meninggalkan jejak kakinya setelah ia melewati suatu jalan. Artinya, organisasi yang berhasil adalah organisasi yang kehadirannya ditunggu masyarakat dan kepergiannya selalu dikenang banyak orang. Apabila Kader IMM menerapkan nilai-nilai trilogi (religiusitas, intelektualitas, humanitas) ini, maka IMM menjadi organisasi yang berhasil.