Rasulullah diutus oleh Allah SWT untuk mengajarkan Al Quran, menyampaikan
nilai-nilai kebenaran untuk umat manusia dan membimbing umat dengan sunnahnya.
Keterangan ini berdasarkan firman Allah didalam surat al Baqarah (2) ayat 151,
كَمَا
أَرْسَلْنَا فِيكُمْ رَسُولًا مِنْكُمْ يَتْلُو عَلَيْكُمْ آيَاتِنَا وَيُزَكِّيكُمْ
وَيُعَلِّمُكُمُ الْكِتَابَ وَالْحِكْمَةَ وَيُعَلِّمُكُمْ مَا لَمْ تَكُونُوا
تَعْلَمُونَ
Artinya:
“Sebagaimana (Kami telah menyempurnakan nikmat Kami kepadamu) Kami
telah mengutus kepadamu Rasul diantara kamu yang membacakan ayat-ayat Kami kepada
kamu dan mensucikan kamu dan mengajarkan kepadamu Al Kitab dan Al-Hikmah, serta
mengajarkan kepada kamu apa yang belum kamu ketahui.”
Umat Islam adalah umat Da’i, umat
yang sadar betapa pentingnya dalam mengajak kepada ke-ma’ruf-an dan
mencegah dari ke-mungkar-an. Oleh sebab itu, berdakwah merupakan
kewajiban bagi setiap individu (fardhu ‘ain). Silahkan berdakwah dengan
profesi masing-masing. Menjadi seorang guru yang berdakwah dengan materi
pelajaran yang disampaikan. Seorang pengusaha berdakwah dengan aset yang
dimiliki untuk kepentingan agama dan masyarakat. Seorang diplomat berdakwah
dengan kemampuan komunikasinya. Bahkan apapun hobi anda dapat dijadikan sebagai
sarana dakwah. Misalkan, yang biasa hobi kebut-kebutan saat naik motor, dapat
dijadikan lahan dakwah yaitu untuk menjemput ustadz yang sering datang
terlambat. Atau yang hobinya wisata kuliner, cocok untuk menjadi sie konsumsi
saat kajian berlangsung untuk mencari konsumsi yang bernutrisi, banyak namun
ekonomis.
Meskipun semua aspek dalam diri
masing-masing individu berpotensi menjadi lahan dakwah, namun tetap harus ada
strategi yang digunakan dalam berdakwah, mengajak kepada nilai-nilai islam. Apabila
dakwah ini tidak menerapkan strategi yang tepat maka bukan mengajak kepada
kebaikan, justru malah objek dakwah (mad’u) menjauh dari seruan
pendakwah (da’i).
Penting bagi Da’i untuk mengetahui
hakikat dari objek dakwah (mad’u), yaitu seluruh dimensi problematika
hidup manusia, baik problem yang berhubungan dengan aqidah, ibadah, akhlaq,
mu’amalah (pendidikan, sosial, ekonomi, politik dan budaya). Keluarga adalah
sasaran dakwah dari unit sosial terkecil dari masyarakat yang menentukan baik
buruknya dan aman tidaknya suatu masyarakat. Maka strtegi pendekatan dalam mengajak
kepada kebaikan dan mencegah dari kemaksiatan adalah seperti apa yang Allah SWT
perintahkan dalam surat Asy-Syu’ara’ ayat 214-216.
وَأَنْذِرْ عَشِيرَتَكَ الأقْرَبِينَ
(٢١٤) وَاخْفِضْ جَنَاحَكَ لِمَنِ اتَّبَعَكَ مِنَ الْمُؤْمِنِينَ (٢١٥) فَإِنْ عَصَوْكَ
فَقُلْ إِنِّي بَرِيءٌ مِمَّا تَعْمَلُونَ (٢١٦
Artinya:
“Dan berilah
peringatan kepada kerabat-kerabatmu yang terdekat. Dan rendahkanlah
dirimu terhadap orang-orang yang mengikutimu, yaitu orang-orang yang beriman.
Jika mereka mendurhakaimu maka Katakanlah, ‘Sesungguhnya Aku tidak bertanggung
jawab terhadap apa yang kamu kerjakan” (QS. Asy-Syu’ara: 214-216)
Dalam ayat ini,
Allah memerintahkan Nabi Muhammad untuk memberi peringatan kepada kaum
kerabantnya yang terdekat termasuk keluarga. Agar bergaul dengan orang-orang
mukmin dengan lemah lembut. Strategi ini menggunakan pendekatan tafahum bil
iman, yaitu memahami karena keimanan dan dengan keimanan itu menimbulkan
kelembutan.
Berkenaan
dengan strategi dalam mengajak manusia ke jalan kebenaran ini, Allah s.w.t
menerangkan dengan jelas tahapan-tahapan seorang Da’i dalam beretika
menyampaikan pesan dakwah. Allah berfirman dalam surat an Nahl ayat 125,
ادْعُ
إِلَىٰ سَبِيلِ رَبِّكَ بِالْحِكْمَةِ وَالْمَوْعِظَةِ الْحَسَنَةِ ۖ
وَجَادِلْهُمْ بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ ۚ إِنَّ رَبَّكَ هُوَ أَعْلَمُ بِمَنْ
ضَلَّ عَنْ سَبِيلِهِ ۖ وَهُوَ أَعْلَمُ بِالْمُهْتَدِينَ
Artinya:
“Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan
pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya
Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya
dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk.” (Q.S.
An Nahl: 125)
Penjelasan ayat diatas adalah tentang tahapan-tahapan strategi
dalam berdakwah yang diajarkan Allah s.w.t melalui sunnah Rasulullah s.a.w. Pertama
dengan al Hikmah, yaitu merupakan kemampuan Da’i dalam memilih
dan menyelaraskan teknik dakwah dengan kondisi objektif mad’u. Oleh
sebab itu, al Hikmah adalah sebagai sebuah sistem yang menyatukan antara
kemampuan teoritis dan dengan melihat kondisi dan kebutuhan objek dakwah. Kedua
dengan Mau’idzah Hasanah, merupakan kandungan arti kata-kata yang masuk
ke dalam kalbu dengan penuh kasih sayang dan ke dalam perasaan dengan penuh
kelembutan. Tidak membongkar atau membeberkan kesalahan orang lain oleh sebab
kelemah-lembutan dalam menasehati seringkali dapat meluluhkan hati yang keras
dan menjinakkan kalbu yang liar. Ketiga dengan Mujadalah, yaitu
tukar pendapat yang dilakukan oleh dua pihak secara sinergis, yang tidak
melahirkan permusuhan dengan tujuan agar lawan menerima pendapat yang diajukan
dengan memberikan argumen-argumen dan bukti yang benar.
Demikian adalah
tahapan strategi kontemporer berdasarkan Al Quranul Karim. Semoga dengan
disampaikannya strategi dalam berdakwah ini menjadikan kita sebagai seorang
Da’i semakin siap dan mantap dalam menjalankan ibadah yang menjadi titik
kekuatan islam, yaitu berdakwah menebar nilai-nilai islam sesuai yang diajarkan
Rasulullah s.a.w. Insya Allah